Krida Gunawana

Krida Guna Wana adalah salah satu krida Saka Wanabakti.   Guna Wana terdiri dari atas kata Guna yang berarti manfaat dan kegiatan sedangkan Wana berarti hutan dan hasil hutan. Guna Wana adalah penyempurnaan dari istilah maupun kegiatan pengusahaan Hutan, yang menurut UU No. 5 tahun 1976 tentang ketentuan pokok Kehutanan telah disebutkan secara jelas terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut : Penanaman, pemeliharaan, Penebangan, Pengolahan, dan Pemasaran. Dengan demikian kegiatan-kegiatan di dalam Guna Wana tidak hanya meliputi kegiatan pemanfaatan hutan saja, melainkan juga kegiatan-kegiatan yang mendukung atau terselenggaranya pemanfaatan hutan tersebut secara lestari dan berdaya guna.

PRODUK/HASIL  HUTAN

Secara garis besar terdiri dari 2 kelompok, yaitu kayu dan non kayu. Non kayu contohnya rotan, bambu, minyak alam, getah-getahan,dll.

Krida Guna Wana, mempunyai 6 (enam) SKK:
1.      SKK Pengenalan jenis pohon
2.      SKK Pencacahan Pohon
3.      SKK Pengukuran kayu
4.      SKK Kerajinan hasil hutan
5.      SKK Pengolahan hasil hutan
6.      SKK Penyulingan minyak atsiri


1.      SKK Pengenalan Jenis Pohon

 
Pohon adalah tumbuhan berkayu dengan diameter batang minimal 20 cm. Pepohonan yang ada di hutan tropika di Indonesia memiliki morfologi yang sangat beraneka ragam. Secara umum pepohonan memiliki bagian-bagian yang dapat digunakan untuk mengenalnya. Bagian-bagian tersebut adalah batang, tajuk dahan dan percabangan, kuncup daun, bunga, dan buah.

Jenis-jenis pohon yang tersebar di Indonesia antara lain :
a.      Jati (Tectona grandis)
b.      Meranti ( Shorea spp)
c.       Damar (Agathis spp)
d.      Pinus (Pinus merkussi)
e.      Sengon (Paraserianthes falcataria)
f.        Ramin (Gonystillus bancanus)
g.      Rasamala (Altingia excelsa)
h.      Durian (Durio zibetnus)
i.        Jabon (Antocephalus cadamba)
j.        Mahoni (Swietenia macrophylla)
k.       Cemara (Casuarinna sp)
l.        Cendana (Santanum album)
m.    Sonokeling (Dalbergia latifolia)
n.      Nangka (Artocarpus indicus)
o.      Kayu putih (Eucalyptus spp)
p.      Akasia (Acacia spp)
q.      Sungkai (Peronema canescens)
r.       Eboni (Dyospyros celebica)
s.       Keruing (Dipterocarpus spp)
t.        Karet (Hevea brsiliensis)
u.      Ketapang (Terminalia catappa)

2.        SKK Pencacahan Pohon

Pencacahan pohon adalah suatu kegiatan untuk mengetahui jumlah, susunan (komposisi) dan sebaran pohon di hutan. Secara sederhana pencacahan pohon dapat diartikan sebagai perhitungan terhadap potensi suatu hutan terutama pohon-pohonnya.
Kegiatan pencatatan , pengukuran, dan penandaan pohon untuk mengetahui:
a.      Data pohon inti, jumlah, jenis, diameter
b.      Data pohon yang dilindungi, jumlah, jenis, diameter
c.       Data pohon yang akan ditebang, jumlah, jenis, diameter, tinggi bebas cabang
Alat yang digunakan kegiatan pencacahan pohon antara lain peta skala 1:10.000, buku lapangan, kompas, cristenmeter/haga, phi band, tambang ukur, tallysheet, dan cat. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode sampling.



3.        SKK Pengukuran Kayu

 
Pengukuran kayu adalah proses penentuan dimensi kayu yang meliputi panjang, diameter bagi kayu bulat ataupun panjang, lebar, maupun tinggi bagi kayu yang sudah dalam bentuk sortimen/kayu olahan dalam rangka penghitungan volume kayu tersebut.
Ada beberapa alat ukur kayu yang dapat digunakan dalam pengukuran kayu bulat, antara lain Caliper, Garpu pohon, Pita diameter (phi-band), Tongkat ukur. Dilingkup kementerian kehutanan alat-alat ukur yang guna untuk pengukuran kayu ditetapkan dan distandarisasi oleh Pusat Standarisasi. Artinya ukuran atau arsiran untuk jarak tiap 1 cm pada alat ukur tertentu sudah diterima oleh Pusat Kalibrasi Indonesia dengan berdasarkan Standar Ukuran Internasional.
Cara penentuan isi kayu bulat, dengan mengukur diameter dan panjang kayu. Adapun rumus yang digunakan adalah:

            I = 0,7854 x D2 x L
                        10.000

Keterangan :
            I = Isi kayu bulat (m3)
            D = diameter kayu bulat (cm)
            L = panjang kayu bulat (m)
            0,7854 = 1/4 x 3,1416
Untuk pengukuran diameter jati, permukaan yang diukur adalah brontos atas kayu dengan menggunakan alat pengukur diameter (phi band). Sedangkan untuk kayu rimba digunakan alat meteran biasa dengan rata-rata diameter terpanjang dan terpendek pada brontos atas dan brontos bawah. Untuk penentuan volume/isi kayu bulat sekarang sudah ada buku table volume, baik jati maupun rimba.

4.        SKK Kerajinan Hasil Hutan

 
Kerajinan hasil hutan adalah hasil proses pengolahan hasil hutan yang dapat memberikan nilai tambah.
Kegiatan kerajinan telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Disamping sebagai bagian dari kebudayaan bangsa, kegiatan kerajinan khususnya di kalangan rakyat di daerah tertentu merupakan sumber pendapatan keluarga yang cukup potensi. Kegiatan atau bentuk usaha kecil ini lebih marak terlihat, khususnya di daerah wisata di seluruh Indonesia seperti di Bali, Danau Toba Medan, Toraja di Sulawesi Selatan, ukiran dan anyaman, di beberapa daerah di Jawa, Kalimantan, dll.
Bentuk kerajinannya pun beraneka ragam tergantung dari bahan baku yang digunakan di tempat asalnya. Umumnya bentuk ukiran dan anyaman banyak ditemukan dengan motif yang mencerminkan budaya daerah setempat. Untuk bentuk anyaman bahan baku yang digunakan adalah bambu dan rotan. 

5.        SKK Pengolahan Hasil Hutan

 
Pengolahan hasil hutan adalah suatu kegiatan / usaha untuk meningkatkan nilai tambah kayu, serta memanfaatkan limbah kayu. Hasil hutan terdiri dari kayu dan non kayu. Jenis hasil hutan kayu terdiri dari kayu bulat, kayu gergajian, kayu olahan, dan limbah kayu.

Jenis hasil hutan non kayu terdiri dari:
a.      Rotan, digunakan untuk bahan pembuatan meja, kursi, tempat tidur, keranjang, dll
b.      Madu, digunakan untuk bahan kosmetik, permen karet, obat-obatan,dll
c.       Getah jeluntung, digunakan untuk bahan kosmetik, permen karet, obat-obatan, dll
d.      Biji tengkawang untuk minyak kosmetik
e.      Getah pinus, untuk minyak terpentin dan gondorukem
f.        Getah pohon kamfer, untuk kapur barus
g.      Getah agathis, untuk lilin batik, bahan kosmetik
h.      Kayu gaharu, untuk pengharum ruangan dan obat
i.        Bambu, untuk kerajinan
Hasil kayu gergajian, kayu lapis, dan limbah kayu antara lain kayu papan, kayu balok, kayu galar, kayu tiang, kayu kaso, kayu reng, kayu lis, serbuk kayu, arang kayu, kayu gelondongan, gambol kau, kayu lapis, partikelbord.

6.        SKK Penyulingan Minyak Atsiri

 
Salah satu hasil hutan non kayu yang cukup potensial adalah minyak atsiri. Minyak atsiri adalah minyak yang diperoleh dari penyulingan pemerasan dan ekstraksi dari bagian-bagian pohon (daun, ranting, akar, kulit, getah, dan bunga). Sekitar 3 minyak atsiri yang dihasilkan di Indonesia antara lain, seperti minyak nilam, minyak sereh wangi, minyak kayu putih, minyak akar wangi, minyak daun cengkeh, minyak pala, minyak cendana, dan minyak jahe.
Sifat atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau khas sesuai aroma tanaman bahan, dan umumnya larut dalam pelarut organik.
Minyak atsiri diproduksi melalui beberapa cara, yaitu metode penyulingan (hidrodestilasi), metode ekstraksi, metode pengempaan. Metode yang paling umum digunakan adalah metode penyulingan. Penyulingan ada 3 macam, yaitu penyulingan kohobasi (rebus), penyulingan pengukusan (water and steam destillation), penyulingan uap.
Alat-alat pokok yang digunakan dalam penyulingan adalah :
a.      Ketel suling, berfungsi sebagai wadah air dan atau uap dan untuk menguapkan minyak atsiri yang ada dalam bahan.
b.      Kondensor, berfungsi untuk mengembunkan uap air dan uap minyak yang tersuling. 
c.   Separator, berfungsi untuk penampung hasil kondensasi dan memisahkan antara air dengan minyak atsiri

Komentar

Archive

Formulir Kontak

Kirim